Anda sehat secara fisik? Syukur, allhamdulillah. Tapi, jangan
merasa tenang dulu. Pasalnya, dewasa ini kesehatan jiwa justru menjadi wabah
bisu alias silent epidemics yang
sewaktu-waktu dapat “mencabut” nyawa anda.
Di seluruh dunia, kematian akibat gangguan kejiwaan ini sudah
sangat mengkhawatirkan. Diprediksi, posisinya sebagai beban penyakit global
pada 2020 bakal menempati peringkat kedua dibawah penyakit jantung koroner.
Berdasarkan riset, penderita depresi di Indonesia mencapai 27
persen dari jumlah penduduk, sedangkan didunia sebesar 350 juta orang (republika, idem). Riset Kesehatan Dasar
2007 menyebut, prevalensi nasional penderita gangguan mental emosional (cemas
dan depresi) pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun mencapai 11,6 % (sekitar
20 juta orang). Paling tinggi di Jawa Barat (20 %) dan terendah dikepulauan
Riau (5,1 %). Yang mengalami gangguan jiwa berat 0,46 % (sekitar satu juta
jiwa).
Gejala
Salah satu gangguan kejiwaan yang
saat ini melanda hamper semua lapisan masyarakat adalah stres atau depresi.
Depresi merupakan gangguan mental atau gangguan suasana perasaan yang tidak
dapat dikendalikan sehingga bias mengganggu kegiatan sehari-hari.
Tiga gejala utama depresi yakni
kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu disukainya, kehilangan energi dan
perasaan murung. Penderitaannya selalu merasa sedih, mudah lelah, loyo, hilang
kegembiraan, tidak percaya diri, mengalami gangguan tidur, makan, pandangan
masa depan suram, sulit konsentrasi, merasa bersalah, serta percobaan bunuh
diri.
Pada dasarnya siapa saja bias
terserang depresi, tetapi volume terbesar melanda saat usia produktif. Meski
begitu, depresi kini menuru pada tingkat usia yang lebih rendah, tidak lagi monopoli warga
berusia 30 tahun keatas, tetapi bias menimpa remaja (kompas.com 8-10/10/2012).
Perempuan, berdasar penelitian, lebih rentan terkena depresi
disbanding laki-laki. “Faktor risiko terserangnya gangguan tersebutlebih banyak
dialami wanita karena faktor bilogis penyebab depresi lebih besar daripada
laki-laki,” ujar Dr. Jenny Maria CS Immanuel, Bandarlampung, Sabtu (Republika.co.id, 6/10/2012).
Ia mencontohkan, wanita lebih cepat marah ketika mendekati
menstruasi karena system dan zat-zat kimia seperti Norepinephrine, serotin dan
Dopamine bersatu. “pada saat itu wanita lebih cepat marah karena zat-zat
tersebut berkaitan dengan kecemasan, fungsi pikiran, dorongan, nafsu makan
serta gairah seks menjadi satu, sehingga menimbulkan kegelisahan yang tidak
menentu,” kata dia (republika, idem).
Mirisnya, gangguan jiwa ini buka hanya menyerang secara
individualistik, melainkan sudah menjadi fenomena massal. Artinya, gangguan
kejiwaan telah mengancam masyarakat komunal. Depresi sudah menjadi gejala
massal. Mulai anak-anak hingga dewasa dilanda stress.
Pemicu Depresi :
1. Penerapan kebijakan yang kapitalistik
2. Tidak adanya keadilan dan
kesejahteraan
3. Persaingan hidup yang ketat
Ada begitu banyak gejala yang menandakan ketidakberesan pada
mental bangsa ini. Fenomenanya berupa : maraknya kasus bunuh diri, tawuran,
kekerasan dalam rumah tangga, kesurupan, trauma akibat bencana, kriminalitas
yang kian sadis, terorisme, ambang toleransi rendah terhadap perbedaan,
memudarnya rasa malu, perilaku serakah lewat korupsi dan seterusnya.
Makin banyak orang yang mudah tersinggung, mengamuk, dan kian
agresif. Atau sebaliknya, menjadi mudah menyerah dan mengambil jalan pintas
dengan bunuh diri. Termasuk, meluasnya penggunaan narkoba sebagai coping mechanism untuk pelariandari
tekanan jiwa, menunjukan depresi individual maupun massal serta yang
terselubung makin serius dimasyarakat.
Walhasil, jangan heran jika fakta menunjukan, dewasa ini
jumlah orang gila makin menggila. Penghuni rumah sakit jiwa makin berjejal.
Psikolog dan psikiater makin laris. Kasus-kasus bunuh diri, “mati mendadak”
atau pembunuhan sadis juga semakin mengganas, dimana melibatkan anak-anak,
remaja dan dewasa.
Pemicu
Melihat realitas diatas, penyebab
gangguan mental ini jelas bukan lagi persifat individual, melainkan sangat
sistemik. Memang, setiap manusia mengalami masalah individual. Namun, sumber
dari segala sumber masalah utama adalah penerapan sistem sekulerkapitalistik,
dimana sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Padahal semua tahu, agama
adalah sumber kebaikan, kebajikan dan kemaslahatan umum.
Sebaliknya,
diterapkan berbagai tatanan kehidupan serba kapitalistik dan eksploitatif yang
membawa kehancuran. Bukti sudah banyak bicara, bahwa sistem ini tidak membawa
kemaslahatanbagi umat manusia, bahkan memicu stress massal. Diantara pemicu depresi
massal itu adalah :
1.
Penerpan Kebijakan yang Kapitalistik
Ambil contoh stress pada anak didik, mulai pelajar hingga maahasiswa.
Salah satu stress yang melanda anak-anak adalah disebabkan penerapan system
pendidikan yang tidak proanak. Psikiater Prof Dr dr LK Suryani SpKj berpandang,
dewasa ini terjadi kecenderungan semakin muda usia penderita sakit kejiwaan
karena anak-anak tidak siap menerima beban pelajaran di sekolah (republika.co.id, 13/9/2012)
Ia menemukan, ada anak SD yang gila. Penyebab terbesarnya karena beban
pelajaran sekolah, anak-anak dituntut cepat bias membaca, menulis dan
berhitung. Kecenderungan para orang tua, menuntut agar anak nya paling hebat
secara akademis, padahal pandai saja sebenarnya tidak cukup. Justru menjadikan
anak mandiridan kreatif jauh lebih penting.
Pelajar dan mahasiswa yang suka tawuran, pada hakikatnya juga sebagai
pelampiasan depresi mental. Hanya karena ingin eksis dan diakui mereka menjadi
pribadi yang beringas.
2.
Tidak Adanya Keadilan dan
Kesejahteraan
Kemiskinan hampir selalu memicu stress. Betapa pusing warga marginal
memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokoknya demi menyambung nyawa. Gelandangan,
pengemis dan orang gila dari kalangan mereka berkeliaran dimana-mana.
Namun, kekayaan juga bukan ukuran ketenangan jiwa. Cendekiawan Jalaluddin
Rakhmat mengungkapkan penelitian di AS, semkin bertambahnya kesejahteraan
masyarakat tidak berbanding lurus dengan tingkat kebahagiaan. Makin tinggi
taraf hidup justru makin menambah tingkat depresi yang dialami masyarakat.
Kesepian dan depresi itulah yang membuat seseorang manusia bisa
kehilangan makna hidupnya. Pintu keluarnya bias bunuh diri, mangkir kerja atau
membolos dari sekolah, mengamuk, melakukan pembunuhan massal
Budayawan Komarudin Hidayat berpandang, depresi makin menggejala di
Indonesia karena pembangunan kota, demografi, harapan yang timpang dengan
kenyataan, media dan emosi masyarakat saling terkait.
penghuni kota kehilangan kepekaan sosial. Di Jakarta yang menjadi pusat
banyak aktivitas dan padat penduduknya, misalnya, hidup individu digiring
menjadi kompetisi tanpa henti, mulai dari kompetisi di jalan raya, di lahan
parkir, memperebutkan jabatan, materi dan ruang (kompas, idem)
3.
Persaingan hidup yang ketat
Saat ini perubahan yang cepat dalam berbagai bidang, kemunduran sosial-ekonomi
dari efek globalisasi, kompetisi superketat, dan ketidakpastian masa depan,
membuatsebagian msyarakat tidak mampu menghayati kebahagiaan lagi. Semua ini
menjadi faktor pencetus depresi.
Mental kesegaran (immediacy) dan
pola piker yang terdistorsi, menjadi semacam gaya hidup serta cara pandang yang
justru kian diterima, seakan menciptakan norma baru dan diserap menjadi semacam
kebenaran semu. Kita kehilangan system masyarakat yang tenang dan semakin jauh
dari budaya intropeksi sebagai landasan untuk maju menghadapi tantangan.
Mental kesegaran bisa kita lihat saat orang ingin serba cepat : cepat
kaya, cepat berkuasa, cepat sembuh, cepat populer, dan sebagainya. Mereka berharap
semua bisa dicapai secara instan dan mudah, bukan lewat cara yang berorientasi
pada proses dan daya juang. Akibatnya banyak yang nekat, mulai menipi, memeras,
menjual diri, atau membunuh orang.
Ganti Sistem
Di Indonesia, baik pemerintah maupun
masyarakat justru abai dan lalai dalam menghadapi calon krisis nasional ini. Kesehatan
jiwa belum serius ditangani. Memang, Departemen Kesehatan sudah memasukannya
sebagai penyakit primer. Di beberapa layanan kesehatan juga sudah diadakan
penanganan terhadap pasien gangguan jiwa.
Namun, tentu itu hanya mengatasi
secara individual. Sementara akar pemicu masalahnya belum dicabut, yakni system
hidup yang rusak dan batil. Jika menginginkan masyarakat sehat fisik dan mental
secara sempurna, akar masalah pemicu gangguan kesehatan jiwa harus dicabut
hingga keakarnya. Yakni, dengan mengganti system sekular kapitalistik dengan system
islam secara totalitas.
Sikap Muslimah
Sebagai manusia, mustahil
menghindari masalah. Tiada hari tanpa persoalan hidup. Jadi, jika secara
individu kita mengalaminya, itu wajar belaka. Dan bagi muslimah, kondisi ini
harus dipahami dengan benteng iman dan takwa. Beban apapun dipundaknya
hendaklah dijalankan dengan ringan hati, ikhlas dan tawakal.
Ingatlah firman Allah SWT : “Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar
(dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberi rezki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya” (TQS. Ath-Thalaaq:2-3).
Tancapkan keyakinan dalam diri bahwa
setiap permasalahan tidak lain sebagai
ujian keimanan. Apabila kita sabar dan menjalaninya dengan baik, insya Allah
lolos dalam ujian tersebut sehingga keimanannya meningkat. Karena setiap orang
beriman akan diuji Allah.
Allah SWT berfirman : “Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar” (TQS. Surat Al-Baqarah : 155).
Semua ujian adalah penghapus dosa. Ikhlas
dan ridho menerima segala ujian dan cobaan dari Allah, karena semua itu adalah
sebab dihapusnya dosa. Nabi SAW bersabda : “Semua kecemasan, kegalauan, rasa
capek, sakit, kesedihan dan gangguan yang dialami oleh seorang muslim
sampai-sampai duri yang menusuk kakinya adalah penyebab Allah akan menghapus
dosa-dosanya”. Wallahualam.
Kiat Ampuh Mengatasi Stres Secara
Islami
Islam memiliki cara ampuh untuk
mengatasi stres dan permasalahan yang berkaitan dengan faktor kejiwaan dan
emosional lainnya. Seperti marah, putus asa, sedih, gundah gulana, kecewa, dsb.
Al-quran dan Hadist bahkan mengajarkan banyak amalan
untuk meraih ketenangan lahir batin. Karena itu, tidak ada kiat jitu mengatasi
persoalan hidup selain mencontoh apa yang diajarkan Rasulullah SAW. Nah,
beberapa tips berikut bisa dilakukan untuk mengusir suntuk secara islami.
Berwudhu
Begitu hati gundah , marah atau perasaan tidak stabil
lainnya, segeralah berwudhu. Rasakan nikmatnya kesejukan air memasahi kepala
dan mendinginkan pikiran. Berdoalah sehabis wudhu.
Shalat
Shalat merupakan penawar stres yang dirkomendasikan Allah SWT
dalam Al-quran seperti surat Al-Baqarah ayat 153 : “Hai orang-orang yang
beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan shalat”. Apabila masuk waktu shalat fardhu, segera shalat. Apabila
diluar waktu shalat, lakukan shalat sunat 2 atau 4 rakaat, baik itu shalat wudhu,
duha, tahajud, istikharah, dan sebagainya. Usahakan khusuk dan tenang.
Dzikir dan Berdoa
Lantunkan dzikir dengan khusuk, akhiri dengan doa sepenuh
hati. Curhatlah kepada Allah agar persoalan yang dihadapi cepat teratasi. Berdoalah
dengan penuh harap. Tak perlu ragu tumpakan air mata. Hanya Allah SWT tempat
meminta pertolongan dan sebaik-baik penolong. Firma-Nya : “ Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan berdzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tenteram” (TQS. Ar-Ra’du:28).
Tadarus Al-Qur’an
Kitabullah juga merupakan obat mujarab penyakit hati,
termasuk stres. Bacalah Al-quran dengan tartil, rasakan sampai menyusup ke
qalbu. Jika perlu pilih nash-nash yang menggugah jiwa, seperti tetang surga-neraka.
Baca pula terjemahannya agar memahami maknanya hingga menyempurnakan
ketenteraman.
Sedekan dan Berbagi
Ambilah uang di dompet, sedekahkan kepada fakir miskin. Apalagi
jika harta duniawi yang menjadi biang kerok stres Anda. Cobalah ikhlas jika
kehilangan harta, karena semakin banyak harta, semakin berta hisab dan
ujiannya. Penerimaan sedekah Anda rasa syukur dan mendoakan kebaikan bagi Anda.
Firman Allah SWT : “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang
dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”
(TQS. Ath-Thalaaq:2-3).
Silaturahim
Keluarlah dari rumah dan kunjungilah tetangga, kerabat,
sahabat atau orang kepercayaan Anda, semisal guru ngaji. Mungkin Anda tak
bermaksud curhat atas persoalan yang membelit Anda, tapi bertamu dan
bercengkerama dengan mereka akan sedikit menghilangkan kesuntukan.
Firman Allah SWT : “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS. An-Nisaa’4:1).
Juga sabda Rasulullah SAW : “Baragsiapa yang senang untuk
dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka
hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.”
Telepon Kerabat,
Sahabat atau Orang Kepercayaan
Kalau Anda tidak bisa silaturahim, teleponlah orang
kepercayaan Anda. Terutama pihak yang mampu memompa motivasi, inspirasi dan
kepercayaan diri Anda kembali. Sedikit mencurahkan unek-unek akan menghilangkan
banyak kegalauan.
@semoga kita terhindar dari segala kegalauan yang menimbulkan
stress@
Sumber : Buletin Cermin Wanita Shalihah